Ilustrasi Ibu Rumah Tangga via hipwee.com
HAPPBLESS.COM,- Menjadi ibu rumah tangga dengan gelar sarjana tentu kamu harus siap dengan sejumlah pertanyaan dan pernyataan. Seakan menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah keputusan yang patut untuk disayangkan.
Semua pertanyaan dan pernyataan tersebut pada akhirnya bikin kamu mikir: “Apa iya menjadi ibu rumah tangga dengan gelar sarjana itu sebuah hal yang patut disayangkan?”
Memang menjadi ibu rumah tangga adalah keputusan yang datang dari hati. Sebuah keinginan sederhana – mendedikasikan diri untuk anak dan suami.
Awalnya ketika kamu memiliki segudang mimpi dan rencana di masa depan. Banyak hal yang ingin dicapai selepas lulus kuliah. Pekerjaan impian, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, hingga punya usaha sendiri. Namun, tanpa di duga seseorang datang dan menawarkan masa depan untukmu.
Akhirnya kamu tak kuasa untuk menolaknya. Setelah resmi menikah dan menjadi seorang istri, sudut pandangmu soal kehidupan pun berubah. Segudang rencana besar tak lagi jadi prioritasmu. Tanpa adanya paksaan darinya, kamu memutuskan untuk mendedikasikan diri menjadi ibu rumah tangga. Sebuah keputusan sederhana yang datang dari hati.
Namun disisi lain, kamu harus siap juga menjawab pertanyaan dan pernyataan di bawah ini:
Pertanyaan Pertama.
Orang lain seringkali bertanya: Bukankah perkara mengurus anak bisa kamu serahkan ke baby sitter?”
Jawaban brilian yang pernah ada : Kamu pasti enggan menitipkan perhiasan milikmu pada orang lain kan? Tapi kenapa kamu rela menitipkan anakmu yang bahkan lebih berharga dari perhiasan mahal sekalipun pada orang lain?
Pertanyaan Kedua.
Orang lain seringkali berkomentar: “Tidakkah sia-sia orang tua menyekolahkanmu, jika pada akhirnya kamu hanya sibuk di dapur?”
Jawaban yang paling mengena : Di atas segalanya kamu harus bangga menjadi ibu rumah tangga bergelar sarjana. Bukankah untuk mencetak anak yang cerdas juga diperlukan ibu yang pengetahuan dan wawasannya kaya? Maka ibu yang berpendidikan punya potensi besar untuk mencetak anak-anak yang sukses di masa depan.
Pertanyaan Ketiga.
Teman kuliahmu yang dulu berkomentar: IPK mu kan Tinggi tapi koq ujung-ujungnya ngurus anak? Apa ijazahmu gak sayang?
Jawaban terkeren yang harus kamu keluarkan : Kalau dipikir-pikir emang sayang (gak berguna) tapi bukankah kebersamaan bersama anak-anak, mendidiknya, menemani pertumbuhannya itu lebih dari segalanya . Bikin anak, melahirkannya, serta membesarkannya menjadi anak yang tumbuh cerdas dan normal itu susah loch. Lebih susah dan ribet dari cuma bikin skripsi, prestasi yang kita dapatkan dibangku pendidikan.
Pertanyaan Keempat.
Mantan teman kantormu yang kasih saran: Apa kamu gak merasa sia-sia gelar sarjanamu dan waktumu habis hanya untuk bersama keluarga dan ngurus anak? Kalau kamu kerja kan bisa dapat duit dan nambah penghasilan keluargamu trus malamnya bisa ngurus anak dan suami.
Jawaban skakmat yang harus kamu keluarkan : Gak ada waktu yang terbuang sia-sia kalau waktu yang di habiskan untuk bersama keluarga serta merawat suami. Saat kamu memutuskan untuk fokus pada keluarga saat itu kamu memutuskan untuk menjadi wanita yang sesungguhnya. Menjadi wanita yang menjadi istri bagi suamimu dan menjadi ibu dari anak-anakmu. Saat kamu memprioritaskan keluargamu, saat itu juga kamu tidak pernah merasa waktumu terbuang sia-sia.
Pertanyaan Kelima.
Teman akrabmu seringkali bertanya: Koq kamu gak pernah mau hangout lagi bareng kita? Gelar sarjana tapi mainannya di dapur doank.
Jawaban telak yang harus kamu keluarkan: Profesi terbaik seorang wanita itu adalah menjadi ibu dan guru yang baik untuk anak-anaknya,bukan kesana kemari gak jelas dan keluyuran. Ingat … Kita bukan abg lagi cin.
Jadi… Tidak ada yang perlu disayangkan dari menjadi seorang ibu rumah tangga yang bergelar sarjana. Jangan terlalu banyak memikirkan tentang pertanyaan dan pernyataan yang menohok hatimu. Jalani saja niat tulusmu yang ingin fokus mencurahkan waktu untuk keluarga. Demi menciptakan anak-anak yang sukses di masa depan.
Semua pertanyaan dan pernyataan tersebut pada akhirnya bikin kamu mikir: “Apa iya menjadi ibu rumah tangga dengan gelar sarjana itu sebuah hal yang patut disayangkan?”
Memang menjadi ibu rumah tangga adalah keputusan yang datang dari hati. Sebuah keinginan sederhana – mendedikasikan diri untuk anak dan suami.
Awalnya ketika kamu memiliki segudang mimpi dan rencana di masa depan. Banyak hal yang ingin dicapai selepas lulus kuliah. Pekerjaan impian, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, hingga punya usaha sendiri. Namun, tanpa di duga seseorang datang dan menawarkan masa depan untukmu.
Akhirnya kamu tak kuasa untuk menolaknya. Setelah resmi menikah dan menjadi seorang istri, sudut pandangmu soal kehidupan pun berubah. Segudang rencana besar tak lagi jadi prioritasmu. Tanpa adanya paksaan darinya, kamu memutuskan untuk mendedikasikan diri menjadi ibu rumah tangga. Sebuah keputusan sederhana yang datang dari hati.
Namun disisi lain, kamu harus siap juga menjawab pertanyaan dan pernyataan di bawah ini:
Pertanyaan Pertama.
Orang lain seringkali bertanya: Bukankah perkara mengurus anak bisa kamu serahkan ke baby sitter?”
Jawaban brilian yang pernah ada : Kamu pasti enggan menitipkan perhiasan milikmu pada orang lain kan? Tapi kenapa kamu rela menitipkan anakmu yang bahkan lebih berharga dari perhiasan mahal sekalipun pada orang lain?
Pertanyaan Kedua.
Orang lain seringkali berkomentar: “Tidakkah sia-sia orang tua menyekolahkanmu, jika pada akhirnya kamu hanya sibuk di dapur?”
Jawaban yang paling mengena : Di atas segalanya kamu harus bangga menjadi ibu rumah tangga bergelar sarjana. Bukankah untuk mencetak anak yang cerdas juga diperlukan ibu yang pengetahuan dan wawasannya kaya? Maka ibu yang berpendidikan punya potensi besar untuk mencetak anak-anak yang sukses di masa depan.
Pertanyaan Ketiga.
Teman kuliahmu yang dulu berkomentar: IPK mu kan Tinggi tapi koq ujung-ujungnya ngurus anak? Apa ijazahmu gak sayang?
Jawaban terkeren yang harus kamu keluarkan : Kalau dipikir-pikir emang sayang (gak berguna) tapi bukankah kebersamaan bersama anak-anak, mendidiknya, menemani pertumbuhannya itu lebih dari segalanya . Bikin anak, melahirkannya, serta membesarkannya menjadi anak yang tumbuh cerdas dan normal itu susah loch. Lebih susah dan ribet dari cuma bikin skripsi, prestasi yang kita dapatkan dibangku pendidikan.
Pertanyaan Keempat.
Mantan teman kantormu yang kasih saran: Apa kamu gak merasa sia-sia gelar sarjanamu dan waktumu habis hanya untuk bersama keluarga dan ngurus anak? Kalau kamu kerja kan bisa dapat duit dan nambah penghasilan keluargamu trus malamnya bisa ngurus anak dan suami.
Jawaban skakmat yang harus kamu keluarkan : Gak ada waktu yang terbuang sia-sia kalau waktu yang di habiskan untuk bersama keluarga serta merawat suami. Saat kamu memutuskan untuk fokus pada keluarga saat itu kamu memutuskan untuk menjadi wanita yang sesungguhnya. Menjadi wanita yang menjadi istri bagi suamimu dan menjadi ibu dari anak-anakmu. Saat kamu memprioritaskan keluargamu, saat itu juga kamu tidak pernah merasa waktumu terbuang sia-sia.
Pertanyaan Kelima.
Teman akrabmu seringkali bertanya: Koq kamu gak pernah mau hangout lagi bareng kita? Gelar sarjana tapi mainannya di dapur doank.
Jawaban telak yang harus kamu keluarkan: Profesi terbaik seorang wanita itu adalah menjadi ibu dan guru yang baik untuk anak-anaknya,bukan kesana kemari gak jelas dan keluyuran. Ingat … Kita bukan abg lagi cin.
Jadi… Tidak ada yang perlu disayangkan dari menjadi seorang ibu rumah tangga yang bergelar sarjana. Jangan terlalu banyak memikirkan tentang pertanyaan dan pernyataan yang menohok hatimu. Jalani saja niat tulusmu yang ingin fokus mencurahkan waktu untuk keluarga. Demi menciptakan anak-anak yang sukses di masa depan.


0 Comments